21 Februari 2008

PASIR DAN BATU

Dua orang pengembara sedang melakukan perjalanan. Mereka tengah melintasi padang pasir yang sangat luas. Sepanjang mata memandang hanya ada pasir membentang.

Tiba-tiba badai dating. Angin besar menerjang mereka. Hembusannya membuat tubuh dua pengembara itu limbung. Pasir beterbaran di sekeliling mereka. Pakaian mereka mengelepak, menambah berat langkah mereka yang terbenam di pasir. Mereka saling menjaga dengan tangan berpegangan erat. Mereka mencoba melawan ganasnya badai.

Badai reda, tapi ,musibah lain menimpa mereka. Kantong bekal air minum mereka terbuka saat badai tadi. Isinya tercecer. Entah gundukan pasir mana yang meneguknya. Kedua pengembara itu duduk tercenung, menyesali kehilangan itu.”ah…,tamatlah riwayat kita,”kata pengembara pertama. Lalu ia menulis di pasir dengan ujung jarinya. “Kami sedih. Kami kehilangan bekal minuman kami di tempat ini.”

Setelah lama menyusuri padang pasir, mereka melihat ada oase di kejauhan. “Kita selamat,” seru salah seorang di antara mereka. “Lihat, ada air di sana.”

Dengan sisa tenaga yang ada, mereka berlari ke oase itu. Untung , bukan fatamorgana. Benar-benar sebuah kolam. Meski kecil tapi airnya cukup banyak. Keduanya pun segera minum air sepuas-puasnya dan mengisi kantong air.

Sambil beristiraharat, pengembara pertama mengeluarkan pisau genggamnya dan memahat diatas sebuah batu. “Kami bahagia. Kami dapat melanjutkan perjalanan karena menemukan tempat ini.”

Pengembara kedua heran. “mengapa kini engkau menulis di atas batu, sementara tadi engkau menulis di pasir?”

Yang ditanya tersenyum . “Saat kita mendapat kesusahan , tulislah semua itu diatas pasir. Biarkan angin keikhlasan membawanya jauh dari ingatan. Biarkan catatan itu hilang bersama menyebarnya pasir ketulusan. Biarkan semuanya lenyap dan pupus,” jawabnya dengan bahas yang cukup puitis. “Namun, ingatlah saat kita mendapat kebahagiaan. Pahatlah kemuliaan itu di batu agar tetap terkenang dan membuat kita bahagia. Torehlah kenangan kesenangan itu dikerasnya batu agar tak ada yang dapat menghapusnya. Biarkan catatan kebahagiaan itu tetap ada. Biarkan semuanya tersimpan.

Keduanya bersitatap dalam senyum mengembang. Bekal air minum telah didapat, istirahat pun telah cukup, kini saatnya untuk melanjutkan perjalanan. Kedua pengembara itu melangkah dengan ringan seringan angin yang bertiup mengiringi.

Teman, kesedihan dan kebahagiaan selalu hadir. Berselang-seling mewarnai panjangnya hidup ini. Keduanya mengguratkan memori di hamparan pikiran ddan hati kita. Namun, adakah kita bersikap seperti pengembara tadi yang mampu menuliskan setiap kesedihan di pasir agar angin keikhlasan membawanya pergi?Adakah kita ini sosok tegar yang mampu melepaskan setiap kesusahan bersama terbangnya angin ketulusan?

Teman, cobalah untuk selalu mengingat setiap kebaikan dan kebahagiaan yang kita miliki. Simpanlah semua itu di dalam kekokohan hati kita agar tak ada yang mampu menghapusnya. Torehkan kenangan bahagia itu agar tak ada angin kesedihan yang mampu melenyapkannya. Insya Allah, dengan begitu kita akan selalu optimistis dalam mengarungi panjangnya hidup ini.


Tidak ada komentar: